Senin, 29 Januari 2018

ANTROPOLOGI ETNOGRAFI SENI BUDAYA

KATA PENGANTAR


          Segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan kesempatan, sehingga kami dapat menyelesaikan TUGAS ANTROPOLOGI ETNOGRAFI SENI BUDAYA DAN TRADISI DESA JEPON, KECAMATAN JEPON. Shalawat serta salam semoga tercurah kepada baginda Rasulullah beserta keluarga dan sahabatnya.

          Tugas ini memuat tentang bagaimana kita mengenal seni budaya dan tradisi Desa Jepon Kecamatan Jepon. Materi yang terdapat dalam Tugas ini  disusun dari berbagai sumber pustaka dan kunjungan ke kantor Kelurahan Desa seperti yang  terlihat pada daftar pustaka. Pada dasarnya makalah ini digunakan sebagai bahan ajaran bagi mahasiswa.

          Karena keterbatasan waktu dan pengetahuan dalam penyusunan, kami menyadari bahwa dalam penyusunan Tugas ini masih banyak kekurangan atau kesalahan didalamnya baik dari segi isi maupun bahasa. Semoga segala aktivitas keseharian kita sebagai mahasiswa mendapat berkah dari Allah SWT dan semoga makalah ini bermanfaat bagi kita.




                                                                            Blora,    Desember 2017

                                    


BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang

          Jepon adalah salah satu Desa dan Kecamatan di Kabupaten Blora. Kecamatan Jepon menjadi sebuah kecamatan yang berkembang dalam potensi sumber daya alam hingga sekarang. Sejarah Jepon sangat panjang, dimulai dari masa kerajaan, penjajahan Jepang hingga masa kemerdekaan.
          Ada berbagai seni budaya di daerah Jepon seperti Seni Barongan, Seni Tayub, Kadrohan/Terbangan, Kethoprak dan Kerawitan.
Sedangkan tradisi yang ada di daerah Jepon seperti sedekah bumi, melekan, kondangan, bodo kupat. Dengan mengetahui sejarah asal usul, seni budaya dan tradisi Desa Jepon diharapkan generasi muda lebih semangat untuk mencintai daerahnya sendiri dan melestarikan seni budaya yang hampir saat ini banyak ditinggalkan.

2.      Rumusan Masalah
          1.      Bagaimana sejarah penamaan Desa Jepon ?
          2.      Apa saja seni budaya yang ada di Desa Jepon ?
          3.      Apa saja tradisi yang ada di Desa Jepon ?

3.      Tujuan
          1.      Mengetahui asal mula Desa Jepon.
          2.      Menambah pengetahuan dan wawasan mengenai sejarah Jepon di Kabupaten Blora.
          3.      Mengetahui seni budaya dan tradisi yang ada di Jepon.













BAB II
PEMBAHASAN

A.      Desa Jepon
          Desa Jepon adalah salah satu Desa di Kecamatan Jepon, Kabupaten Blora, Propinsi Jawa Tengah, Indonesia. Desa ini sebagai ibu kota Kecamatan di Kecamatan Jepon. Kecamatan Jepon terletak di sebelah timur Kecamatana Blora, dengan batas sebelah Barat Kecamatan Blora dan Kecamatan Banjareja, sebelah Utara Kabupaten Rembang, sebelah Timur Kecamatan Jiken dan sebelah Selatan Kecamatan Kedungtuban dan Kecamatan Randublatung.
Description: C:\Users\dapodik\Downloads\Peta_Jepon.jpg



         














          Luas wilayah Kecamatan Jepon adalah 10.742,335 Ha dengan area sawah 545,600 ha, pekarangan 1.179,430 ha, tegalan 2.183,648 ha, hutan 4.768,915 dan lain-lainya 94,790 ha. Kecamatan ini terkenal dengan daerah penghasil tanaman budi daya cabai dan kerajinan dari kayu jati.

B.      Asal Mula Penamaan Desa Jepon
          Zaman dahulu masa kerajaan Aryo Penangsang disebutkan bahwa Kabupaten Blora terbagi menjadi dua, terdiri dari Blora dan Cepu dengan batasnya berada di Desa Palon yang sekarang menjadi salah satu Desa di Kecamatan Jepon. Seiring dengan berkembangnya kebutuhan penduduk akan tempat tinggal maka lambat laun Desa Palon menyatu menjadi desa di Kecamatan Jepon.
          Sehingga Blora menjadi 16 Kecamatan dan Kecamatan Cepu menjadi satu dengan Kabupaten Blora. Menurut Ibu Heri Puspowati selaku Kepala Kelurahan Jepon mengatakan bahwa adanya Jepon sudah ada sebelum adanya zaman penjajahan Jepang, namun pemberian nama “Jepon” diambil dari nama “Jepang Nipon” yang diberikan oleh para penjajah Jepang. Jepang sudah lama berada di Jepon sehingga masyarakat lebih suka menyebut daerah mereka dengan nama Jepon.
Description: C:\Users\dapodik\AppData\Local\Microsoft\Windows\INetCache\Content.Word\IMG_20171221_123524.jpg

         








Sejak itu lah nama Jepon dijadikan sebagai nama sebuah Kecamatan hingga sekarang. Adanya perkembangan tersebut menjadikan Kecamatan Jepon menjadi sebuah kecamatan yang berkembang dalam potensi sumber daya alam hingga sekarang. Keberadaan penjajah Jepang menberikan dampak positif bagi sebagian besar daerah di Kecamtan Jepon.
          Salah satunya adalah Desa Semanggi yang memiliki potensi sumber minyak bumi dan gas yang mulai digali saat penjajahan Jepang dimana saat itu ada ratusan sumur minyak yang diolah. Sampai saat ini keberadaan sumur- sumur tua masih ada namun hanya 6 sumur yang masih produktif, sedangkan sumur lainnya sudah tidak menghasilkan minyak.

MAKAM MALING GENTIRI, Makam maling Gentiri terletak di Desa Kawengan kecamatan Jepon + 12 Km kearah timur dari kota Blora, mudah dijangkau dengan kendaraan roda dua maupun roda empat. Menurut buku karya Sartono Dirjo (tahun 1984) serta buku tradisional Blora karya Prof. Dr. Suripan Sadi Hutomo (tahun 1996) serta hasil dari cerita rakyat, Gentiri adalah anak dari Kyai Ageng Pancuran yang pada saat hidupnya mempunyai kesaktian tinggi (sakti mondroguo), suka menolong kepada orang yang sedang kesusahan, orang yang tidak mampu dan sebagainya.
          Namun dia suka mencuri (maling) bukan untuk dirinya sendiri tetapi untuk orang lain yang sedang kesusahan. Dengan perjalanan sejarah yang panjang akhirnya Maling Gentiri sadar dan semua perbuatan yang melanggar hukum dia tingglakan dan akhirnya dia meninggal dan dimakamkan di Desa Kawengan Kecamatan Jepon. Karena jasa-jasanya banyak masyarakat setempat atau dari daerah lain yang datang ke makam tersebut karena masih dianggap keramat (Karomah).
          Desa Jepon memiliki khazanah kesenian yang beragam. Berbagai kesenian tersebut dilestarikan hingga kini. Selain menarik bagi para wisatawan lokal dan luar yang berkunjung ke Desa Jepon, kesenian yang ada juga merupakan perwujudan dari tingginya kreativitas masyarakat Jepon. Berikut ini lima kesenian khas Desa Jepon yang saat ini masih dilestarikan oleh masyarakat.

D.      Seni Budaya di Desa Jepon
1.      Seni Barongan
          Seni Barogan Jepon merupakan kesenian yang sangat populer di masyarakat. Pertunjukan Barongan digelar pada agenda-agenda desa seperti sedekah bumi maupun agenda keluarga seperti khitanan. Barongan dipertunjukkan dengan dua gaya, dengan lakon (alur cerita) dan tanpa lakon (berupa pawai / arak-arakan).
Description: C:\Users\dapodik\Downloads\download.jpg









2.      Seni Tayub
          Seni Tayub di Jepon sering digelar dalam berbagai agenda di masyarakat. Lazimnya, pertunjukkan Tayub digelar pada pesta pernikahan. Selain itu pertunjukkan Tayub juga kerap ditampilkan dalam agenda tahunan desa seperti Sedekah Bumi. Untuk melestarikan kesenian asli Blora ini, pemerintah daerah pernah mengagendakan mengikutsertakan penari Tayub di ajang festival dan pagelaran pengiriman misi budaya daerah Kabupaten Blora baik ditingkat desa sampai dengan di tingkat nasional bahkan sudah banyak dikenal ditingkat internasional.
Description: C:\Users\dapodik\Downloads\171016055124OJO_DUMEH.JPG









Description: C:\Users\dapodik\Downloads\images (2).jpg










3.      Kadrohan/Terbangan
          Kadrohan atau Seni Hadroh lahir di desa Jepon yang memiliki kultur santri yang kental. Di Kecamatan Jepon kesenian Hadroh berkembang dengan pesat. Seni hadroh biasa ditampilkan untuk mengisi acara-acara pengajian, khitanan dan perkawinan.
Secara garis besar, seni Hadroh terbagi atas dua jenis, tradisional dan modern. Hadroh tradisional dimainkan tanpa menggunakan alat musik melodis seperti Keyboard Piano dan Biola. Ditengah-tengah pertunjukkan Hadroh, biasa dibacakan narasi Berjanjen atau Manaqib Syeh Abdul Qodir Jailani.
Description: C:\Users\dapodik\Downloads\Sunan Pojok Fest 2016.JPG









4.      Kethoprak
          Pertunjukan Kethoprak di Blora merupakan pertunjukan yang diminati oleh sebagian besar masyarakat Blora, tua maupun muda. Beragam lakon ditampilkan dalam pertunjukan ini. Di Blora terdapat belasan grup Kethoprak yang siap melayani berbagai agenda. Desa Tempuran di Kecamatan Blora Kota dan Desa Jatirejo  di Kecamatan Jepon merupakan desa dengan banyak grup Kethoprak.

Description: C:\Users\dapodik\Downloads\KETOPRAK - INFOKU.JPG










5.      Karawitan
          Karawitan merupakan kesenian yang kerap ditampilkan dalam agenda pernikahan. Fungsi utama dari seni Karawitan adalah untuk menghibur tamu pada pesta pernikahan dengan iringan musik jawa. Seperangkat gamelan lengkap menjadi senjata utama  grup karawitan untuk menyemarakkan upacara pernikahan disertai dengan para sinden (pengrawit) yang memiliki paras cantik dengan suara yang menyatu dengan musik jawa.
Description: C:\Users\dapodik\Downloads\DSC07956.JPG












D.      Tradisi di Desa Jepon

1.      Sedekah Bumi
Description: C:\Users\dapodik\Downloads\sedekah bumi blora.JPG          Masyarakat Jawa memang terkenal dengan beragam jenis tradisi atau budaya yang ada di dalamnya. Di Kecamatan Jepon ada tradisi sedekah bumi yang biasa di sebut “Gas Deso” oleh masyarakatnya merupakan suatu tradisi tahunan yang dilaksanakan setelah panen. Jadi antara desa yang satu dengan lainnya tidak sama pelaksanaan sedekah buminya. Tergantung pada kapan desa tersebut mengalami panen. Sedekah bumi atau gas deso adalah wujud syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas nikmat dan berkah yang telah diberikan-Nya.
         









          Sedekah bumi atau gas deso biasanya disambut suka cita oleh masyarat. Mereka merayakannya dengan membuat nasi tumpeng dan jajanan khas daerah seperti dumbeg, pasung, tape, bugis dan lain sebagainya. Lalu nasi tumpeng dan jajanan khas tersebut dibawa ke balai desa, sumur (sendang) yang telah disepakati oleh seluruh masyarakat setempat untuk menggelar acara tersebut untuk didoakan pemuka agama. Usai didoakan nasi tumpeng dan jajanan dimakan secara ramai-ramai oleh masyarakat yang merayakan acara sedekah bumi itu.
          Mungkin tradisi sedekah bumi inilah yang terkadang dinantikan oleh anak-anak. Terutama anak-anak remaja seperti anak-anak SMP, SMA. Sering kali anak-anak SMP dan SMA membolos sekolah hanya karena ingin menghadiri acara tradisi sedekah bumi tersebut, padahal di acara sedekah bumi atau gas deso ini hanya ada makanan dan jajanan pasar yang sudah tidak asing bagi mereka dan hampir tiap hari mereka temui. Mungkin bagi mereka tradisi sedekah bumi yang hanya satu tahun sekali ini suatu hal yang sangat menyenangkan dan mengasyikkan karena dengan acara ini mereka dapat berkumpul dengan teman-teman yang lain dan terkadang menemukan teman baru.
          Puncaknya acara sedekah bumi diakhiri dengan pertunjukan kesenian daerah entah itu barongan, wayang kulit, kethoprak atau tayub yang merupakan ciri khas kesenian Blora yang kemudian dilanjutkan pembacaan doa oleh masyarakat dipimpin oleh pemuka agama. Acara tersebut biasanya penyelenggaraannya di balai desa atau sendang. Pertunjukan acara tersebut dilaksanakan 2 kali dalam sehari yaitu siang hari dan malam hari.

2.      Bodo Kupat
          Perayaan Bodo Kupat seminggu setelah lebaran fitri ini biasanya dilakukan penduduk Desa Jepon. Konon yang pertama kali memperkenalkan budaya bodo kupat adalah para sunan wali songo (wali sembilan), sebab mereka setelah berpuasa ramadhan selama sebulan dan berbuka sehari pada Iedul Fithri (lebaran hari pertama), maka mulai hari kedua lebaran sampai hari ketujuh biasanya menyambung puasa lagi selama 6 hari, yaitu puasa 6 hari syawal yang hukumnya sunah, baru kemudian sore hari ketujuh dan hari kedelapan berbuka seperti hari-hari lainnya dalam setahun.
Description: C:\Users\dapodik\Downloads\IMG_20170702_070609_HDR.jpg         









          Kemudian diantara wejangan dan nasehat wali-wali tersebut, bahwa barang siapa yang berpuasa Ramadhan selama sebulan kemudian dilanjutkan dengan puasa enam hari pada bulan Syawal maka akan mendapatkan keselamat dunia akhirat, atau keselamatan yang sempurna, atau dalam bahasa arabnya Salamatan Kaaffatan.
Kata bahasa arab inilah (salamatan kaaffatan) yang ketika diadopsi oleh telinga orang jawa maka berubah pengucapannya menjadi Selamatan Kupatan, sehingga nama lain dari bodo kupat adalah selamatan kupat.
          Sedangkan kata bodo, asalnya yaitu dari bakda yang lengkapnya bakda syawal atau setelah syawal, karena dirayakan seminggu setelah satu syawal. Kemudian kata bakda syawal dan salamatan kaaffatan ini adaptasi menjadi bakda kaaffatan, kemudian menjadi bakdo kupatan, kemudian menjadi bodo kupat.
Kata bodo inilah yang kemudian diadaptasi dalam bahasa Indonesia menjadi Lebaran, yang aslinya dari kata lebar atau bar yang dalam bahasa jawa berarti sesudah atau selesai, sama dengan arti bodo yang aslinya bakda (sesudah) dan bakdo.
          Kata yang lainnya, konon kata kupat berasal kependekan frasa "nyukupke kang papat" (melengkapi empat hal), atau dari frasa "laku kang papat" (melakukan empat hal), empat hal yang dimaksud yaitu, puasa ramadhan selama sebulan, kemudian membayar zakat fitri, sholat Ied dan yang terakhir puasa enam hari pada bulan syawal.
          Sedangkan yang lain mengatakan asli kata bodo berasal dari frasa "ngaku lepat" atau "a kulepat' yang berarti mengakui kesalahan dan kekeliruan, hal inilah yang kemudian mendasari tradisi saling memaafkan dan silaturrahim pada waktu Idul Fitri.

3.      Kondangan
          Kondangan adalah salah satu upacara atau ritual sebagai wujud syukur kepada tuhan dengan doa. Kata kondangan berasal dari kata kaum diundang. Di kamus bahasa jawa, kata lain dari kondangan adalah kendhuren, slametan, wilujengan dan sugengan, semua kata tersebut mempunyai makna yang sama. Bentuk kondangan diantaranya kondangan untuk memperingati kematian, kondangan kelahiran, kondangan pernikahan, kondangan buka tahun dan tutup tahun, syawalan, suronan dan lain sebagainya.
Description: C:\Users\dapodik\Downloads\maxresdefault (1).jpg



         






          Waktu waktu peringatan kondangan di kematian adalah geblag (hari pertama kematian), nelung dino (hari ketiga kematian), pitung dino (hari ketujuh kematian), patang puluhan dino (hari keempat puluh kematian), nyatus (hari ke-seratus kematian), mendak pisan (tahun pertama kematian), mendak pindho (tahun kedua kematian), nyewu (hari ke-seribu kematian) dan kol-kolan (ritual tahunan setelah nyewu).
          Di samping sebagai wujud syukur terhadap Tuhan YME, ritual ini juga mempunyai fungsi penting pada hubungan diantara sesama dan hubungan antara keluarga dan mendiang.
Ritual kondangan terbentuk dari gabungan dua agama dan kebudayaan, Hindu dan Islam. Sesajen berasal dari Hindu dan doa doanya dari Islam. Meskipun demikian, upacara ini mempunyai nilai nilai kebudayaan Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya.

4.      Melekan
          'Tradisi Melek' an Berasal dari bahasa jawa melek artinya tidak tidur, Tradisi melekan ini bertujuan unutk meramaikan orang yang mempunyai hajat acara. Biasanya tradisi melekaan ini dilakukan sebelum hari H dimulai. Tradisi melekan ini dilakukakan pada melekan bayi dan pernikahan serta Sunatan. Para tetangga, sanak saudara berkumpul bersama dating ke rumah orang yang punya hajat dengan tujuan meramakan semalam suntuk.
Description: C:\Users\dapodik\Downloads\images (3).jpg








          Orang yang melekan ini biasanya diramaikan dengan menonton  video dangdut, ataupun permainan catur (sekak).

5.      Nyekar
Setiap bulan Suci Ramadhan datang (jw:megengan), acap kita saksikan sejumlah orang memadati kuburan. Hingga memacetkan jalanan dan terhambatnya laju puluhan bahkan ratusan kendaraan.
Description: C:\Users\dapodik\Downloads\Tradisi-Nyekar-5.jpg








          Umumnya mereka yang hadir di sana adalah untuk nyekar, yakni menabur aneka bunga (jw:sekar) di atas pusara keluarga atau kuburan orang yang dianggap alim dan shalih/shalihah. Amalan tersebut dikenal dikalangan masyarakat dengan istilah ”nyekar”.
Tujuannya untuk menghormati keluarga atau tokoh yang telah meninggal dunia, dan ada juga yang untuk meringankan siksa yang sedang diderita oleh ahli kubur.

































BAB III
PENUTUP


A.      KESIMPULAN
         
1.      Sejarah penamaan Desa Jepon, adanya Jepon sudah ada sebelum adanya zaman penjajahan Jepang, namun pemberian nama “Jepon” diambil dari nama “Jepang Nipon” yang diberikan oleh para penjajah Jepang. Jepang sudah lama berada di Jepon sehingga masyarakat lebih suka menyebut daerah mereka dengan nama Jepon.
2.      Seni budaya yang ada di Desa Jepon yaitu seperti Seni Barongan, Seni Tayub, Kadrohan/Terbangan, Kethoprak dan Kerawitan.
3.      Tradisi yang ada di daerah Jepon seperti sedekah bumi, melekan, kondangan, bodo kupat.

B.      SARAN
          Dengan adanya seni budaya, sejarah dan tradisi di daerah Jepon, kita sebagai generasi muda harus melestarikannya agar kebudayaan daerah kita tetap eksis dan tidak punah oleh perkembangan zaman. Kita sebagai generasi muda masyarakat Jepon khususnya adalah penerus, penjaga dan melestarikan kebudayaan dan sejarah Jepon. Selain itu, harus didukung oleh sarana dan prasana baik dari masyarakat maupun pemerintah daerah agar mempermudah generasi muda dalam mempelajarinya. Dengan adanya tugas yang berjudul ETNOGRAFI SENI BUDAYA DAN TRADISI DESA JEPON, KECAMATAN JEPON akan menumbuhkan semangat dan mencintai sejarah serta tradisi nenek moyang kita.













DAFTAR PUSTAKA


-        responden ke kantor kelurahan jepon
-        http://www.blorakab.go.id/
-        http://www.bloranews.com/5-kesenian-khas-kabupaten-blora/
-        http://pritjohan.blogspot.com/2012/04/blora-sedikit-ringkasan.html
-        http://id.wikipedia.org/wiki/Ketoprak
-        http://museummahamerublora.blogspot.com/

-        http://id.wikipedia.org/wiki/Kabupaten_Blora)

Tidak ada komentar: